Sabtu, 04 April 2009

Macam dan Jenis Hukuman Pidana di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Di dalam negara hukum seperti Indonesia, tindakan-tindakan kejahatan masih sering dilakukan. Baik itu berupa penipuan, pembunuhan, koropsi, dan lain-lain. Seringkali orang yang melakukan tindakan kejahatan ini dapat lolos dari jeratan hukum, namun tidak sedikit pula yang tertangkap dan akhirnya menjalani hukuman yang ditetapkan oleh pengadilan.
Sebagai warga negara yang ikut berpatisipasi dalam memajukan hukum di Indonesia, kita sebagai mahasiswa dituntut juga berupaya untuk tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang merugikan bangsa, khususnya diri mahasiswa itu sendiri. Maka dari itu, kita harus mempunyai sikap yang tegas dan enggan untuk melalakukan tindakan melanggar hukum. Karena mahasiswa itu nantinya akan menjadi pemimpin bangsa yang melanjutkan estafet kepemimpinan penguasa sekarang. Jika dari sekarang mahasiswa itu rusak, mau jadi apa bangsa kita nantinya.
Disamping adanya tindakan-tindakan kejahatan/melanggar hukum, sudah pasti akan ada hukuman yang menanti. Maka dari itu dalam makalah ini penulis akan mencoba mengulas sedikit banyak tentang macam-macam hukuman akibat dari tindakan pidana yang dilakukan. Semoga menambah wawasan kita semua. Amin.

1.2. Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini dapat dipahami dengan baik dan mencapai sasaran yang dituju, maka penulis membuat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan hukuman?
2. Apa sajakah macam-macam/jenis-jenis hukuman itu?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hukuman
Yang dimaksud hukuman atau pidana ialah “suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan suatu vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”. Hukuman yang biasa dijatuhkan oleh guru kepada murid atau hukuman disiplinair yang diberikan oleh pejabat polisi kepada bawahannya tidak termasuk dalam pengertian ini.
Definisi lainya dikatakan oleh Samih As Sayyid Jad, seorang Professor hukum pidana Universitas Al Azhar Cairo, beliau mengatakan bahwa hukuman adalah balasan yang telah ditentukan oleh pembuat undang-undang dan telah diputuskan oleh hakim bagi orang yang telah terbukti melakukan tindak pidana.
Menurut filsafat, tujuan hukuman itu bermacam-macam tergantung dari sudut mana persoalan tersebut ditinjau:
a. Emmanuel Kant mengatakan bahwa hukuman adalah suatu pembalasan berdasarkan atas pepatah kuno “siapa membunuh harus dibunuh”. Pendapat ini biasa disebut “teori pembalasan” (vergelding-theorie).
b. Feurbach antara lain berpendapat bahwa hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat. Teori ini biasa disebut “teori mempertakutkan” (afchrikkings-theorie).
c. Penulis lain berpendapat bahwa hukuman itu dimaksudkan pula untuk memperbaiki orang yang telah berbuat kejahatan. Teori ini biasa disebut “teori memperbaiki” (verbetering-stheorie).
d. Selain itu ada penulis-penulis yang mengatakan bahwa dasar dari penjatuhan hukuman itu adalah pembalasan, akan tetapi maksud-maksud lainnya (mencegah, menakut-nakuti, mempertahankan tata tertib kehidupan bersama, memperbaiki orang yang telah berbuat) tidak boleh diabaikan. Mereka adalah penganut teori yang disebut “teori gabungan” (verenigings-theorie).
Secara sederhana maka tujuan hukum pidana adalah:
1. Untuk menakut-nakuti orang agar jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara menakut-nakuti orang banyak (generale preventie) maupun secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan, agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie).
2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.

2.2. Macam-macam Hukuman
Sebagaimana telah diketahui, bahwa hukum pidana itu adalah sanksi. Dengan sanksi, dimaksudkan untuk menguatkan apa yang telah dilarang atau yang diperintahkan oleh ketentuan hukum. Terhadap orang yang memperkosa ketentuan hukum, diambil tindakan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang bersangkutan.
Jenis pidana tercantum di dalam pasal 10 KUHP. Pidana ini juga berlaku bagi delik yang tercantum di luar KUHP, kecuali ketentuan undang-undang itu menyimpang. Jenis pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan. Jenis-jenis hukuman/pidana tersebut adalah:
a. Hukuman-hukuman pokok:
a. Hukuman mati.
b. Hukuman penjara.
c. Hukuman kurungan.
d. Hukuman denda.
e. Hukuman tutupan. Hukuman ini ditambahkan ke dalam KUHP dengan undang-undang (Republik Yogya) tahun 1946 no. 20.
b. Hukuman-hukuman tambahan:
a. Pencabutan beberapa hak-hak tertentu.
b. Perampasan barang-barang tertentu.
c. Pengumuman keputusan hakim.

2.3. Hukuman-hukuman pokok
1. Hukuman mati.
Hukuman ini adalah puncaknya dari segala hukuman. Hukuman terutama di dalam abad-abad terakhir telah banyak dipersoalkan di antara golongan yang setuju dan yang tidak setuju terhadap hukuman ini. Salah satu yang dirasakan orang terhadap hukuman mati ini ialah sifatnya yang mutlak, sifatnya yang tidak memungkinkan mengadakan perbaikan atau perubahan. Apabila hukuman itu telah dijalankan, hakim sebagai manusia yang tidak luput dari kekeliruan dan meskipun di dalam suatu perkara nampaknya pemeriksaan dan bukti-bukti menunjuk kepada kesalahan terdakwa, akan tetapi karena kebenaran itu hanya pada Tuhan, tidaklah mustahil hakim itu, walaupun dengan segala kejujuran, keliru di dalam pandangan dan pendapatnya.
Banyak negara yang telah menghapuskan pidana mati untuk diterapkan di KUHP-nya seperti: Belanda, Jerman, Italia, Portugal, dan lain-lain. Sedangkan negara seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Pakistan, dan lain-lain masih mencatumkan pidana mati di KUHP-nya.
Kalau di negara lain satu persatu menghapus pidana mati, maka sebaliknya di Indonesia semalin banyak delik yang diancam dengan pidana mati. Delik yang diancam pidana mati di Indonesia sudah menjadi 9 buah yaitu:
1. Pasal 104 KUHP (makar terhadap presiden)
2. Pasal 111 ayat (2) KUHP (membujuk negara asing berperang)
3. Pasal 124 ayat (3) KUHP(menyerahkan kekuasaan, menganjurkan huru-hara
4. Pasal 124 bis KUHP
5. Pasal 140 ayat (3)KUHP (makar pada negara sahabat)
6. Pasal 340 KUHP(pembunuhan berencana)
7. Pasal 365 ayat (4)KUHP(curat curas dengan kematian)
8. Pasal 444 KUHP(pembajakan laut,dengan akibat kematian)
9. Pasal 479 K ayat (2) dan pasal 479 O ayat (2) KUHP(kekerasan dalam pesawat dengan akibat kematian)
Hasil survei PBB antara 1998 hingga 2002 tentang korelasi antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan menyebutkan hukuman tidak lebih baik daripada hukuman penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Hasil studi tersebut secara signifikan mempengaruhi keputusan beberapa negara untuk menghapuskan hukuman mati.
Mengenai hak asasi manusia (HAM), di Indonesia juga melindunginya dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini di tunjukan dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai HAM, yaitu undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam undang-undang ini mengenai hak hidup tercantum dalam pasal 9 ayat 1 yang menyatakan “setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya”.
Untuk meringankan penderitaan fisik bagi terpidana mati, maka beberapa usaha telah dilakukan dalam eksekusi seperti: guillotine (Prancis, 1792), kursi listrik (Prancis, 1888), kamar gas (1924), dan dengan suntikan.
Pelaksanaan hukuman mati diatur dalam PP No 2 tahun 1964, yaitu:
• Ditembak mati (pasal 1)
• Ditempat penjatuhan hukuman pengadilan tingkat pertama(pasal 2)
• Regu tembak(1 perwira,1 bintara, dan 12 tamtama (pasal 10/1.2)
• Berdiri, duduk, berlutut.(pasal 12)
• Sasaran tembak jantung (pasal 14)
2. Hukuman penjara.
Hukuman penjara adalah untuk sepanjang hidup atau sementara waktu (pasal 12 KUHP). Lamanya hukuman penjara untuk sementara waktu berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 15 tahun berturut-turut paling lama. Akan tetapi dalam beberapa hal lamanya hukuman penjara sementara itu dapat ditetapkan sampai 20 tahun berturut-turut. Yaitu jikalau untuk suatu kejahatan disediakan hukuman yang dapat dipilih oleh hakim diantaranya:
a. Hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup, dan penjara untuk sementara waktu.
b. Hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman penjara untuk sementara waktu.
c. Terjadi gabungan peristiwa pidana.
d. Terjadi peristiwa pengulangan peristiwa pidana.
e. Terjadi perbuatan kejahatan seperti dimaksud dalam pasal 52, jumlah hukuman menjadi lebih dari 15 tahun.
Akan tetapi, bagaimanapun juga hukuman penjara sementara waktu tidak boleh melebihi 20 tahun. Hal ini sesuai dengan pasal 12 ayat (4) KUHP.
Pidana penjara disebut juga pidana hilang kemerdekaan. Tidak hanya itu, tapi narapidana juga kehilangan hak-hak tertentu, diantaranya:
1. Hak untuk memilih dan dipilih.
2. Hak untuk memangku jabatan politik.
3. Hak untuk bekerja di perusahaan.
4. Hak untuk mendapatkan perizinan tertentu.
5. Hak untuk mengadakan asuransi hidup.
6. Hak untuk kawin, dan lain-lain.
3. Hukuman kurungan.
Hukuman kurungan seperti halnya dengann hukuman penjara, maka dengan hukuman kurungan pun, terpidana selama menjalani hukumannya, kehilangan kemerdekaannya. Menurut pasal 18 KUHP, lamanya hukuman kurungan berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 1 tahun paling lama. Hukuman kurungan ini mempunyai banyak kesamaan dengan hukuman penjara. Di dalam beberapa hal,(samenloop, residive, dan pemberatan karena jabatan) hukuman kurungan itu dapat dikenakan lebih lama, yaitu 1 tahun 4 bulan (pasal 18 ayat (2) KUHP). Hukuman kurungan dianggap lebih ringan dari hukuman penjara dan hanya diancamkan bagi peristiwa yang ringan sifatnya seperti di dalam kejahatan yang tidak disengaja dan di dalam hal pelanggaran.
Persamaan antara hukuman penjara dan hukuman kurungan adalah:
1. Hukuman penjara dan hukuman kurungan merupakan hukuman penahanan yang termasuk dalam hukuman pokok, sehingga dalam penjatuhannya masih dapat disertai oleh hukuman-hukuman tambahan pula.
2. Sama-sama berinti pada penghilangan kebebasan seseorang selama hukumannya.
3. Batas minimum hukuman penjara sama dengan batas minimum hukuman kurungan, yaitu 1 (satu) hari.
Perbedaan antara hukuman penjara dan hukuman kurungan sebagai berikut:
Hukuman penjara Hukuman kurungan
1. Orang yang dikenakan huku- 1. Tidak dapat dikirimkan, bertentang-
man dapat dikirimkan kemana-mana an dengan kehendaknya keluar daerah tem-
untuk menjalani hukumannya. dijatuhi hukuman.
2. Dipekerjakan berat. 2. Menurut pasal 19 ayat (2) KUHP ti-
dak seberat hukuman penjara.
3. Tidak diperkenankan atas bia- 3. Diperkenankan(pasal 23)
ya sendiri mengadakan persediaan- 4. Pelanggaran (buku 111)
persediaan yang meringankan nasib-
nya
4. Kejahatan (buku 11)

4. Hukuman denda.
Beberapa pelanggaran hukuman dianggap kurang cukup dengan ancaman hukuman denda. Walaupun sifatnya hukuman ini ditujukan pada orang yang bersalah, akan tetapi berlainan dengan hukuman-hukuman lainnya, yang tidak dapat dijalankan dan diderita orang yang dikenai hukuman. Maka di dalam hal hukuman denda tidak dapat dihilangkan kemungkinan, bahwa hukuman itu dibayar oleh pihak ketiga.
Berbeda dengan hukuman-hukuman lain, maka di dalam hukuman denda, hukuman itu dapat dirubah menjadi kurungan sebagai pengganti. Yang dikenakan hukuman dapat memilih, membayar denda atau kurungan sebagai gantinya.
Dalam undang-undang tidak ditentukan maksimum umum besarnya denda yang harus dibayar. Yang ada ialah minimum umum yang semula 25 sen, kemudian diubah dengan undang-undang no.18 (perpu) tahun 1960 (LN 1960 no. 52) menjadi lima belas(15) kali lipat.
Lamanya pidana kurungan pengganti denda ditentukan secara kasus demi kasus dengan putusan hakim, minimum umum 1 hari dan maksimum 6 bulan (pasal 30 ayat (3) KUHP). Maksimum ini dapat dinaikkan menjadi 8 bulan dalam hal gabungan (concursus) resedive, dan delik jabatan menurut pasal 52 dan 52 bis (pasal 30 ayat (5) KUHP).
Kurungan itu dapat saja dihentikan segera, setelah si terhukum membayar dendanya. Jangka waktu untuk membayar denda ditentukan oleh jaksa yang mengeksekusinya, dimulai dengan waktu 2 bulan dan diperpanjang menjadi 1 tahun.
5. Hukuman tutupan.
Dalam KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pada pasal 10 dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di bawah pidana denda. Tentulah pencatuman ini didasarkan kepada undang-undang no. 20 tentang pidana tutupan.
Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideologi yang dianutnya. Tetapi dalam praktek peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan tersebut diterapkan.
Di dalam pasal 2 undang-undang 1946 no. 20 itu ditetapkan bahwa di dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan hukuman penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, maka hakim boleh menjatuhkan hukuman tutupan. Dari pasal 1 undang-undang tersebut, ternyata hukuman tutupan itu dimaksudkan untuk menggantikan hukuman penjara.
2.4. Hukuman-hukuman tambahan
Melihat namanya saja, sudah nyata bahwa pidana tambahan ini hanya bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Jadi, tidaklah dapat berdiri sendiri, kecuali dalam hal-hal tertentu, dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif, artinya dapat dijatuhkan tetapi tidaklah harus.




1. Pencabutan hak-hak tertentu.
Pencabutan segala hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai warga sdisebut “burgerlijke dood”, tidak diperkenankan oleh undang-undang sementara (pasal 15 ayat 2).
Hak-hak yang dapat dicabut oleh keputusan, dimuat dalam pasal 35 KUHP, yaitu:
1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.
2. Hak memasuki angkatan bersenjata.
3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diakan berdasarkan aturan-aturan umum.
4. Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum (gerechtelijke bewindvoerder), hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anaknya sendiri.
5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri.
6. Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu.
Untuk berapa lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak tersebut, hal ini dijelaskan dalam pasal 38 KUHP, yaitu:
1. Dalam hal pidana atau mati, lamanya pencabutan seumur hidup.
2. Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 5 tahun lebih lama dari pidana pokoknya.
3. Dalam hal denda lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan palin banyak 5 tahun.
2. Perampasan barang-barang tertentu.
Perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana benda. Dalam pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas, yaitu:
1. Barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan.
2. Barang-barang yang sengaja digunakan dalam melakukan kejahatan.
Jika barang itu tidak diserahkan atau harganya tidak dibayar, maka harus diganti dengan kurungan. Lamanya kurungan ini 1 hari paling sedikit dan 6 bulan paling lama. Jika barang itu dipunyai bersama, dalam keadaan ini, perampasan tidak dapat dilakukan karena sebagian barang kepunyaan orang lain akan terampas pula.
3. Pengumuman putusan hakim.
Di dalam pasal 43 KUHP, ditentukan bahwa apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan yang lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana.
Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang. Terhadap orang-orang yang melakukan peristiwa pidana sebelum berusia 16 tahun, hukuman pengumuman tidak boleh dikenakan.


BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan makalah di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Hukuman atau pidana ialah “suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan suatu vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”.
2. Jenis pidana tercantum di dalam pasal 10 KUHP, yaitu:
a. Hukuman-hukuman pokok:
1. Hukuman mati.
2. Hukuman penjara.
3. Hukuman kurungan.
4. Hukuman denda.
5. Hukuman tutupan. Hukuman ini ditambahkan ke dalam KUHP dengan undang-undang (Republik Yogya) tahun 1946 no. 20.
b. Hukuman-hukuman tambahan:
1. Pencabutan beberapa hak-hak tertentu.
2. Perampasan barang-barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.












DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. 1996. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Penerbit Angkasa
Cyber Space, Legalitas Eksekusi Pidana Mati Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia. Htm
Forum Studi Syariah wal Qanun, Hukuman 'Uqubah dalam Hukum Pidana. html
Hamzah, Andi. 1994. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Hamzah, Andi dan A. Sumangelipu. 1985. Pidana Mati di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia
HMI Komisariat Fakultas Hukum UNS. Problemetika Pidana Mati Di Indonesia. htm
Marpaung, Laden. 1999. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh. Jakarta: Sinar Grafika
Moeljatno. 2008. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP. Jakarta: Bumi Aksara
Reformata, Bentuk-bentuk Hukuman. html
Soesilo, R. 1993. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politeia
Tresna, R. 1994. Azas-azas Hukum Pidana. Yogyakarta: Unpad

Tidak ada komentar: