Selasa, 24 Februari 2009

mahkamah agung dan mahkamah konstitusi di indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kasus-kasus pidana dan perdata di Indonesia, sudah banyak sekali badan peradilan yang mengadilinya. Dari sekian banyaknya kasus yang dihadapi, banyak pula kasus yang telah diselesaikan dengan baik. Hal ini tidak terlepas dari peran badan peradilan yang menanganinya. Mulai dari peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama serta badan peradilan yang lebih tinggi yang menaunginya yaitu mahkamah agung.

Di samping itu kita juga tidak bisa melupakan pula peran mahkamah konstitusi di Indonesia. Mahkamah konstitusi ini sendiri berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat, mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab, penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.

Jadi, semua badan peradilan di Indonesia paling tidak mempunyai fungsi yang sama dengan mahkamah konstitusi. Adapun mahkamah agung dan mahkamah konstitusi ini bersifat independen. Maka, untuk lebih jelasnya, penulis akan memaparkan lebih lanjut tentang mahkamah agung dan mahkamah konstitusi ini. Semoga bermanfaat. Amin.

1.2 Rumusan Masalah

Agar pembahasan dalam makalah dapat dimengerti dan dipahami dengan baik, maka penulis membuat beberapa rumusan masalah, diantaranya:

1. Apakah pengertian mahkamah agung dan mahkamah konstitusi?

2. Apakah susunan keanggotaan dari mahkamah agung dan konstitusi?

3. Apakah tugas dan wewenang dari mahkamah agung dan mahkamah konstitusi?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mahkamah Agung

Di dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa, mahkamah agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya seperti peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara merupakan pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka/independen disamping mahkamah konstitusi. Artinya mahkamah agung bukanlah lagi sebagai satu-satunya pelaku kekuasaan kehakiman, akan tetapi mahkamah agung hanya salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.[1]

Mahkamah agung merupakan badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya.

a. Susunan keanggotaan mahkamah agung

Susunan dan badan-badan kehakiman sekarang diatur dalam UU no. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, yang pada awalnya diatur dalam UU no. 14 tahun 1985. Dan khusus untuk mahkamah agung (MA) diatur dalam UU no. 5 tahun 2004 tentang mahkamah agung. Pada pasal 4 UU no. 5 tahun 2004 dijelaskan tentang susunan MA yang terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Sedangkan jumlah hakim agung paling banyak adalah 60 orang.

1. Hakim agung: pimpinan dan hakim anggota

Pimpinan MA terdiri dari seorang ketua, 2 orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil ketua MA meliputi:

o Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda militer, dan ketua muda tata usaha negara.

o Wakil ketua muda non-yudisial yang membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.

Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh hakim agung dan diangkat oleh presiden. Sedangkan ketua muda MA diangkat oleh presiden diantara hakim agung yang diajukan oleh ketua MA.

Para hakim agung diangkat oleh presiden dari nama calon yang diajukan oleh DPR. Calon hakim agung dipilih oleh DPR dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Adapun syarat-syarat untuk menjadi seorang hakim agung adalah sebagai berikut:

o WNI.

o Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

o Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum.

o Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun.

o Sehat jasmani dan rohani.

o Berpengalaman sekurang-sekurangnya 20 tahun menjadi hakim termasuk sekurang-kurangnya 3 tahun menjadi hakim tinggi.

2. Panitera

Pada MA diterapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera pengganti. Panitera ini diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua MA. Syarat untuk menjadi panitera adalah sebagai berikut:

o WNI.

o Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

o Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum.

o Berpengalaman sekurang-kurangnya 2 tahun sebagai panitera muda pada MA dan sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai panitera pada pengadilan tingkat banding.[2]

3. Sekretariat

Sekretariat MA dipimpin oleh seorang sekretaris MA. Sekretaris MA diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua MA.

b. Tugas dan wewenang mahkamah agung

Adapun tugas dan wewenang yang dimiliki oleh mahkamah agung adalah:

1. Memeriksa dan memutus pemohonan kasasi, sengketa tentang kewewenangan mengadili, dan permohonan peninjauan kembali (PK) putusan pengadilan yang telah memperoleh keputusan tetap.[3]

2. Memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.[4]

3. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.[5]

4. Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.[6]

5. Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua lingkungan peradilan.[7]

6. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU.[8]

7. Menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah UU atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.[9]

c. Badan peradilan di lingkungan mahkamah agung

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berada dibawahnya yang meliputi: badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.[10]

1. Peradilan Umum

Peradilan umum adalah peradilan rakyat bagi umumnya, baik mengenai perkara perdata maupun perkara pidana. Peradilan umum ini adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Dalam peradilan umum itu dapat diadakan pengkhususan lagi yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud “diadakan pengkhususan” ialah adanya diferensiasi di lingkungan peradilan umum,[11] misalnya pengadilan lalu lintas, pengadilan anak-anak, pengadilan ekonomi, dan sebagainya dengan undang-undang.[12]

Kekuasaan peradilan umum meliputi:

o Pengadilan Negeri.

Pengadilan negeri yaitu peradilan umum sehari-hari yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat pertama segala perkara perdata dan pidana sipil untuk semua golongan penduduk baik warga negara maupun warga asing. Pengadilan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.

o Peradilan Tinggi.

Peradilan tinggi yaitu pengadilan banding yang akan mengadili kembali perkara perdata dan pidana yang telah diadili oleh pengadilan negeri. Akan tetapi naik banding oleh terdakwa atau jaksa yang merasa kurang puas atas keputusan pengadilan negeri yang mengadili perkara itu. Peradilan tinggi berkedudukan di ibukota propinsi.

2. Peradilan Agama

Peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu.[13] Perkara-perkara tersebut antara lain:

o Perkawinan.[14]

o Kewarisan, wasiat, dan hibah.[15]

o Wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah.

o Ekonomi syari’ah.

o Perceraian.

Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama terdiri dari pengadilan agama yang memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama, dan pengadilan tinggi agama yang memeriksa dan memutuskan perkara ditingkat banding. Pengadilan agama berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten. Sedangkan pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibukota propinsi.

3. Peradilan Tata Usaha Negara

Pengadilan tata usaha negara memiliki tugas dan kewenangan:

o Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara ditingkat banding.

o Memeriksa dan memutus ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan tata usaha negara di dalam daerah hukumnya.

4. Peradilan Militer

Pengadilan militer memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

o Menerima, memeriksa, dan mengadili, serta menyelesaikan perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit TNI/POLRI, atau yang dipersamakan menurut undang-undang.

o Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha TNI/POLRI.

2.2 Mahkamah Konstitusi

Mahkamah konstitusi yaitu sebuah lembaga negara yang ada setelah adanya amandemen UUD 1945. Dalam konteks ketatanegaraan, MK dikonstuksikan sebagai: [16]

1. Pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat.

2. Mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab.

3. Penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.

Pendirian dan peran MK diatur dalam Pasal-pasal 24 (2), 24C, dan 7B UUD 1945 hasil amandemen ketiga. Yurisdiksi MK antara lain menguji sebuah UU terhadap konstitusi, mengadili sengketa kewenangan antara lembaga negara, memberi pendapat dalam pemakzulan presiden, memutus pembubaran partai politik serta memutus sengketa pemilihan umum.[17]

a. Susunan keanggotaan mahkamah konstitusi

Di dalam mahkamah konstitusi terdapat tiga pranata yaitu hakim konstitusi, kepaniteraan, dan sekretriat jenderal.

1. Hakim konstitusi

MK mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Pengajuan calon masing-masing tiga orang oleh MA, DPR, dan Presiden.

Mahkamah konstitusi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota dan tujuh anggota hakim mahkamah konstitusi. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi, untuk masa jabatan 3 tahun.

Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadi hakim konstitusi adalah:

o WNI.

o Berpendidikan S1 bidang hukum.

o Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan.

o Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum karena melakukan tindak pidana yang diancam penjara lima tahun atau lebih.

o Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.

o Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 tahun.

2. Panitera

3. Sekretaris jenderal

b. Tugas dan wewenang mahkamah konstitusi

Dalam hal wewenang, mahkamah konstitusi mempunyai kewenangan yang diatur dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat (1) UU no. 24 tahun 2003 yaitu:

1. Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD.

Lazimnya, pengujian terbatas pada ketentuan dalam suatu UU yang melanggar/tidak sesuai dengan konstitusi. Namun, mulai dipertanyakan kemungkinan pemberlakuan kewenangan ini terhadap hal-hal yang menurut konstitusi seharusnya diatur dalam suatu UU namun ternyata tidak diatur.

Awalnya, UU MK membatasi kewenangan pengujian MK hanya terhadap UU yang diundangkan setelah amandemen UUD 1945. Namun, MK menilai batasan ini inkonstitusional dan menyatakannya tidak mengikat. Karenanya, kewenangan pengujian UU MK tak berbatas waktu, misalnya pengujian terhadap KUHP.[18]

2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Misalnya, usul pemberhentian presiden dan/atau wapres oleh DPR kepada MPR apabila presiden/wapres terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam pasal 7A UUD 1945.

Secara khusus dalam kewenangan ini, UUD tidak menyatakan mahkamah konstitusi sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final dan mengikat. Mahkamah konstitusi hanya diletakkan sebagai salah satu mekanisme yang harus, bahkan wajib dilalui dalam proses pemberhentian presiden/wapres.

3. Memutus pembubaran partai politik.

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya:

1. Mahkamah agung merupakan badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya.

2. Susunan keanggotaan mahkamah agung terdiri dari: hakim agung, panitera, dan sekretaris.

3. Adapun tugas dan wewenang mahkamah agung diatur dalam UU no. 4 tahun 2004 tentang mahkamah agung dan UU no. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung

4. Badan peradilan yang berada di lingkungan mahkamah agung yaitu: peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

5. Dalam konteks ketatanegaraan, MK dikonstuksikan sebagai: Pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat, mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab, penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.

6. Susunan keanggotaan mahkamah konstitusi terdiri dari: hakim konstitusi, panitera, dan sekretriat jenderal

7. Adapun tugas dan wewenang mahkamah konstitusi diatur dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat (1) UU no. 24 tahun 2003.

DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T. 1987. Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

Rasyid, Roihan A. 1990. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Bina Aksara

Saleh, K. Wantjik. 1977. Kehakiman Dan Peradilan. Jakarta: Ghalia Indonesia

Syarifin, Pipin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia

Tutik, Titik Tiwulan. 2008. Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pascaamandemen UUD 1945. Jakarta: Cerdas Pustaka

UU no. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama

UU no. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman

UU no. 4 tahun 2004 tentang mahkamah agung

UU no. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung

Www.hukumpedia.com



[1] Titik Tiwulan Tutik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pascaamandemen UUD 1945, hal. 247

[2] Pasal 20 ayat (1) UU no. 4 tahun 2004 tentang mahkamah agung

[3] Pasal 28 ayat (1) UU no. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung

[4] Pasal 29 ayat (2) UU no. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung

[5] Pasal 32 ayat (1) UU no. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung

[6] Pasal 32 ayat (2) UU no. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung

[7] Pasal 32 ayat (3) UU no. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung

[8] Pasal 31 ayat (1) UU no. 4 tahun 2004 tentang mahkamah agung

[9] Pasal 31 ayat (2) UU no. 4 tahun 2004 tentang mahkamah agung

[10] Pasal 10 UU no. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman

[11] C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, hal. 252

[12] Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, hal. 187

[13] Pasal 2 UU no. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama

[14] K. Wantjik Saleh, Kehakiman Dan Peradilan, hal. 72

[15] Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, hal. 34

[16] Titik Tiwulan Tutik, Pokok-pokok Hukum ………….., hal. 260

[17] www.hukumpedia.com

[18] Ibid